SUMUTTODAY.COM – Ada hal menarik untuk diketengahkan bersempena hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober. Berangkat dari analisis statistisi ahli BPS Provinsi Riau Mujiono, dalam sebuah tulisan di media memprediksi bonus demografi Provinsi Riau akan berakhir kisaran tahun 2030-an.
Artinya, kesempatan untuk merasakan nilai positif keunggulan demografi tak akan berlangsung lama. Bonus demografi dimaksud di sini besarnya penduduk usia kerja dibanding penduduk bukan usia kerja. Dalam banyak aspek, keunggulan demografi mendatangkan banyak kemaslahatan bagi bangsa jika dapat dikelola dengan baik. Dari sisi ekonomi, bonus demografi modal paling berharga, mengingat produktivitas adalah kunci mencapai pertumbuhan ekonomi.
Tak semata ekonomi, bonus demografi juga sumber daya bagi rekayasa sosial. Mengingat rentang usia tersebut punya potensi, inovasi, pemikiran dan sumbangsih bernilai konstruktif. Tapi sebaliknya, jika tidak dibekali perencanaan matang akan menyumbang permasalahan. Sebut saja kemiskinan, pengangguran yang pada akhirnya bisa melahirkan rentetan ekses negatif.
Melanjutkan pembahasan dari tulisan, selain menyoal kekhawatiran fenomena peningkatan jumlah lansia atau penuaan penduduk di Provinsi Riau, permasalahan relevan lainnya yang butuh perhatian serius adalah terkait tenaga kerja. Terkhusus penduduk dalam rentang usia tergolong muda, yang secara kuantitas cukup banyak belum terserap atau masih menganggur.
Seperti pernah diberitakan, secara nasional tingkat pengangguran penduduk usia muda Indonesia disebut-sebut tertinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) penduduk usia 15-24 tahun merupakan kelompok pengangguran tertinggi, mencapai 20,46 persen di tahun 2020. Angka itu naik 1,77 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Sebagai perbandingan, tingkat pengangguran negara tetangga seperti Filipina, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Malaysia masih berada di bawah 15 persen.
Makin miris dikombinasikan dengan informasi lain yang mengemukakan bahwa tingkat TPT usia muda Indonesia hampir setara dengan negara tidak stabil secara politik dan keamanannya dan berkonflik, atau diistilahkan sebagai negara gagal (failed state).
Sekedar perbandingan negara seperti Irak, Suriah dan Yaman. Salah satu indikator kegagalan negara tadi juga tingginya angka pengangguran usia muda. Bank Dunia melaporkan TPT angkatan muda di Irak 25,2 persen, Yaman 24,2 persen, Suriah 20,8 persen dan Somalia 19,8 persen. Tak jauh selisihnya dibanding TPT angkatan muda Indonesia 20,46 persen. Lebih dalam kita bisa tengok statistik pendidikan tinggi Indonesia. Setiap tahun Indonesia menghasilkan lebih dari 1,7 juta sarjana baru.
Akan tetapi saat jumlah sarjana baru mengalami pertumbuhan, jumlah pengangguran juga terus meningkat. Angka pun diperparah efek pandemi, tercatat tahun 2021 jumlah pengangguran di Indonesia lebih dari 8 juta merupakan sarjana, meningkat 26,3% dibanding tahun 2020.
Temuan di atas pantas mengundang keprihatinan, termasuk Provinsi Riau. Jika bonus demografi Provinsi Riau berakhir 2030, maka pertanyaan paling mendesak diajukan apa grand design Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengoptimalkan rentang usia dimaksud? Dari jumlah penduduk berusia produktif yakni 15-64 tahun di Provinsi Riau, didominasi generasi milenial (lahir rentang 1981-1996) sebanyak 27,24% dari total jumlah penduduk di bumi lancang kuning, atau sekitar 1,72 juta jiwa. Mereka saat ini sudah masuk kategori usia produktif.
Disamping itu di hadapan menanti kehadiran generasi Z/Gen Z (lahir rentang 1997-2012) yang mana sebanyak 30,79% dari jumlah penduduk Provinsi Riau. Beberapa tahun lagi Gen Z ini juga akan masuk dalam kategori usia produktif. Jelas akan berujung kerugian besar apabila Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi (Pempro) Riau tak siap dan sigap mengantisipasi, menyiapkan agenda tersistematis beserta kebijakan aplikatif dan solutif menyikapi kehadiran generasi emas tersebut. Paling fatal apabila lalai, bisa-bisa melahirkan permasalahan kronis.
Beri Ruang
Kaum muda identik dengan semangat dan energik. Punya segudang potensi dan penentu dibawa kemana bangsa ini. Sejarah mencatat pemuda aktor utama dan punya andil dalam banyak peristiwa. Oleh karena itu negara mesti menciptakan atmosfir penuh keterbukaan, menyediakan ruang dan akses bagi mereka mengembangkan diri. Dalam konteks mengurai problematika bonus demografi Riau, pendekatan dan kebijakan paling gamblang membekali dan mempersiapkan angkatan kerja sebagaimana visi dan misi Kepala Daerah yakni SDM berdaya saing. Sehingga kehadiran kelompok usia produktif benar-benar efektif. Dapat mengompensasi penduduk akan dan telah memasuki usia tidak produktif selama periode bonus demografi. Mengenai kelompok usia tidak produktif, sensus penduduk oleh BPS tahun 2020 melaporkan bahwa sekitar 6,53 persen dari jumlah penduduk di bumi lancang kuning adalah lansia. Padahal tahun 2010 persentase lansia hanya sebesar 2,53 persen. Seiring penuaan penduduk, maka percepatan penyiapan lapangan kerja dan program penanggulangan kemiskinan harus mendapat perhatian utama. Karena ini ibarat “Bom waktu” yang ke depan bisa terjadi ledakan angka kemiskinan.
Terlebih diperparah kembali turun kelasnya Indonesia dari upper middle income country pada tahun 2019 menjadi negara lower middle income akibat pandemi covid-19.
Secara makro, pemerintah perlu menjaga agar pertumbuhan ekonomi tetap positif. Secara nasional, ahli ekonomi menyebutkan bahwa Indonesia butuh pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen untuk mengentaskan masalah kemiskinan. Kalau masih di bawah 6 persen masih berhadapan dengan tingginya angka pengangguran. Adapun untuk Provinsi Riau pertumbuhan ekonomi per-triwulan II tahun 2021 tercatat tumbuh 5,13 persen. Angka yang patut disyukuri. Namun Riau masih kalah dibanding provinsi tetangga sebutlah Sumatera Barat di triwulan sama sebesar 5,76 persen.
Pertumbuhan ekonomi alat ukur riil kemampuan dan aktivitas produksi barang dan jasa. Kami di legislatif berkeyakinan berbekal potensi sumber daya yang dimiliki dan APBD Riau, pertumbuhan ekonomi Riau dapat dipacu tumbuh lebih tinggi. Makin positifnya kontribusi sektor perkebunan dan pertanian Riau belakangan juga menambah opsi baru. Paling menonjol kelapa sawit yang membuat Riau sentra se-nasional.
Selain nilai komoditas yang terus bereskalasi, perkebunan dan pertanian termasuk sektor menyerap banyak tenaga kerja.
Tren peralihan kelompok usia produktif terutama kawula muda dari semula bekerja di sektor formal ke perkebunan dan pertanian serta perdagangan akibat pandemi, mesti direspon pendekatan jangka pendek dan menengah. Pemda diharapkan dapat membenahi berbagai kekurangan dari sisi regulasi daerah dan kebijakan. Sasarannya untuk menjaga dan meningkatkan minat pemuda ke arah sektor dimaksud. Sehingga tercipta perpaduan sempurna antara keunggulan sumber daya alam dengan bonus demografi. Melalui komitmen dan upaya konkrit, pemuda akan lebih berperan dan terlibat lebih dalam fase pemulihan kondisi bangsa. Sejarah Sumpah Pemuda bukti betapa pengaruh dan determinasi mereka begitu signifikan meraih kemerdekaan.
Capaian sama bisa terulang ketika mereka diberi ruang. Karena pidato atau jargon menagih kontribusi saja tiada guna tanpa diberi panggung untuk berkarya.
*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi sumuttoday.com